Sabtu, 15 Juni 2019

PERGESERAN BAHASA (SEMAKA) .1.

Tidak bisa dipungkiri. Asal muasal etnic Lampung adalah dari gunung pesagi - lampung barat. (gunung tertinggi di provinsi lampung).
Dan tentunya, beragam bahasa dalam berbagai marga ataupun kebuayan, pada awalnya adalah satu. Sifat jamma lappung / ulun lampung yang pluralisme adalah salah satu penyebab bergesernya bahasa lampung. masuknya bahasa luar daerah yang dibawa orang2 dari luar lampung, serta kurang pedulinya pemerintah dan anak negekhi lampung, juga menopang 'punah' nya bahasa lampung.

1. TIDAK BERTAHAN
jika bahasa 'tuyuk' atau buyut kita ingin tetap langgeng, seyogyanya kita 'bertahan' dengan dialek dan bahasa kita. Terlebih di negeri atau daerah sendiri.
Kalau dijakarta ada 'pasar senen' yang tidak dirubah menjadi 'pasar senin', kenapa 'gunung sugi' mesti dipaksakan menjadi 'gunung sugih'..? Yang jelas2 berbeda dalam arti harfiah-nya..

2. BELAJAR BERBAHASA SUKU LAIN..?
Satu hal kelebihan yg di iringi kekurangan ulun lampung atau jamma lappung adalah selalu ingin belajar. Setiap kita, pasti bisa berbahasa suku lain. Meskipun hanya dua tiga kalimat. Dan itu manusiawi. Namun sebaliknya, suku2 pendatang dilampung tidak mau belajar bhs lampung.
Mereka besar, hidup, bahkan lahir dan mati dilmpung. Namun bukan menjadi ulun lampung seutuhnya. Selayaknya mereka mengenal, belajar dan menggunakan bhs lampung, karena mereka bukan lagi perantau, melainkan transmigran dan pendatang yg menetap dilampung.
Itulah sebabnya dipasar2 tradisional, (dilampung) transaksi kerap menggunakan bahasa pendatang ketimbang bahasa lokal.

3.BUAH TANGAN PENDATANG.
Para pendatang dilampung, datang dgn membawa berbagai macam budaya dan bahasa.
Selayaknya budaya jaran kepang dan reog tidak mengalahkan sekura.
Blangkon tidak menghapus ketupung tapis.

4. DOMINASI PEMERINTAH DAERAH DAN PUSAT.
Dari pusat, terkadang kurang peka terhadap 'peng-indonesiaan' bahasa daerah.
Ada banyak, bahasa daerah yg di'entaskan' menjadi bahasa nasional. Coba lihat di televisi dan radio atau di surat kabar...
Telinga kita sudah terbiasa dengan kata2 'mak nyos', 'puenak e pool', 'smriwing', atau 'pancen o.ye..!'.
Dan secara tidak langsung 'menggiring' kita mengenal, mengerti dan pada ujungnya, bahasa2 daerah tsb (seolah2) menjadi bahasa nasional.
Lalu dimana mentri pendidikan negeri ini..?
Iklan yg notabene nya untuk nasional, selayaknya menggunakan bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dahulu pemda propinsi telah berupaya agar bahasa tidak punah. Dengan adanya kurikulum yg mengharuskan pelajaran 'bahasa daerah'. Namun gaungnya tidak lama, sekadar memenuhi hasrat orang2 daerah.
Sekarangpun hampir tidak kita jumpai mata pelajaran 'unik' ini...

5. BIG WRONG, IT'S YOUR SELF.
Instrospeksi adalah keharusan. Kita terkadang 'enggan' dan malu berbahasa lampung. (kecuali menguntungkan).
Aku pernah naik angkutan umum, dgn orang tua menuju merak dari bekasi hendak kelampung.
Sedari mulai naik angkutan, kami berbicara dalam bahasa lampung. (sebagaimana dalam keseharian dirumah). Beberapa orang dalam satu keluarga, selalu melirik ke arah kami. aku berfikir, mungkin mereka 'aneh', atau susah membedakan bahasa daerah mana. (so.. no problem..!)
Sesampai dibakau heni, kulihat mereka menuju kearah travel yg telah kami naiki.
Saat para calo berebut, dengan jelas mereka berbahasa lampung. (lalu aku berfikir, kenapa sedari tadi menggunakan bahasa nasional..? Toh mereka berbincang sesama keluarganya.
Dan sedikit geli dalam hati, berarti di angkutan umum 4 jam yg lalu. Ada yg mengerti apa yg aku dan orang tuaku perbincangkan...). Ha.haa..haaa...

Itulah menurut kami yang menjadi faktor bergesernya bahasa lampung. (utamanya dialek api makhga semaka).
Salut dan bangga kepada daerah2 semisal lampung barat, yang tetap eksis dalam berbahasa lampung.
Tugas kita bersama tentunya, menjaga mempelajari, menggunakan, melestarikan, dan mengajarkan bahasa tuyuk gekhinung kita. agar dia tidak punah sebagaimana telah diramalkan beberapa orang...
Wallahu a'lam...

TABIKPUN..


Bekasi, 17 April 2010.
HENDRI SEMAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar