Jumat, 05 Juli 2013

Cerpen: "LAKI-LAKI"

Canda dan tawa terdengar dari sebuah rumah yang sederhana..
Genap 50 tahun, usia seorang Ibu pada malam itu.
Seorang lelaki tua, asik bercerita seolah menjadi pedongeng ulung. sementara sang ibu dan ketiga anaknya, hanya menjadi pendengar setia sedari tadi. Tampak sekali kebahagiaan menyelimuti keluarga tersebut..

Tanpa terasa, larut malam menyapa.
Sang Ibu dan kedua orang putrinya telah tertidur pulas disamping kue tart yang tersisa separuh.

Hanya si Sulung dan Ayahnya yang masih terjaga..
Semakin lama, obrolan mereka semakin terdengar serius.
Tampaknya kali ini mereka ingin menghabiskan malam bersama,,

 "Ayah, kenapa wajah ayah tampak jauh lebih tua dibanding Ibu..?"
 "Bukankah usia Ayah dan Ibu hanya terpaut dua tahun..?"
Sang Ayah hanya tersenyum. menghisap rokok nya dalam-dalam, lalu menyodorkan rokok kepada Anak lelaki semata wayang nya, tersebut.

"Karena Ayah laki-laki, Nak..." kata sang Ayah singkat.
Sang Anak bingung.. Dengan mimik heran, lalu mengulang jawaban Ayah nya.
"karena Ayah laki-laki..?" 
"Iya, Nak. Laki-laki akan melakukan apa saja untuk keluarganya.."
"Apa saja, Yah..?!"
"Termasuk berbohong,..?"

"Iya, Nak. termasuk berbohong."
"Tidak semua cerita Ayah tadi benar.."
"Ayah sengaja bercerita banyak.., bercerita lucu.., Agar Ulang Tahun Ibu mu malam ini berkesan" 
"lalu Ibu dan Adik-adikmu senang"

"Tapi Aku tahu, sebagian dari cerita Ayah tadi, bohong.."
"Tentu saja Nak,,"
"Karena kau Laki-laki..!"

Sang Anak, semakin lekat mendengarkan nasihat demi nasihat Ayahnya.
Malam ini Dia tak lagi canggung menghisap rokok pemberian sang Ayah.
Kemudian sang Ayah menunjuk ke arah Istri dan kedua Anak gadisnya yang mulai tumbuh remaja..

"Coba Kau lihat, Ibu dan kedua Adikmu tertidur sangat pulas. Kau tahu kenapa..?"
"Karena mereka lelah, Ayah.."
"Bukan, Nak. Karena kita berdua ada disini..!"
Sang Anak perlahan mengangguk. Kali ini  Dia faham betul maksud ucapan Sang Ayah.

"Ayah,,. Kenapa Ayah tidak pernah menangis..?"
Tampaknya sang Ayah agak geli untuk pertanyaan yang satu ini.. 
"He..he.."
"Semua di Dunia ini berpasangan, Nak"
"Ada kanan, ada kiri.., ada sedih, ada bahagia.., ada tangis ada tawa"
"itu takdir"
"dan tentu kita harus menerimanya.." "Termasuk menangis"
"Kelak Kau akan mengalaminya, bahwa seorang lelaki akan menyimpan tangis nya dalam-dalam"
Anaknya hanya terdiam, lalu menerka-nerka dalam hati maksud ucapan sang Ayah..

"Oh ya, Nak.. mulai malam ini sebelum tidur, tolong Kau gantikan Ayah"
"Periksa dulu pintu dan jendela, sudah terkunci atau belum..?"
"Baik, Ayah.."
"Kau tahu kenapa, Nak..?"
"Karena Aku Laki-laki..!!, Ayah.." 

Sang Ayah tersenyum, lalu berdiri..
Menepuk pundak Anaknya beberapa kali, lalu berjalan menuju sofa panjang di sudut ruang keluarga.
Tak berapa lama, tampak dia sudah tertidur pulas...
Dengkuran nya mengalahkan detak jarum jam dinding, yang menunjuk ke arah pukul dua.

Tak ingin mengecewakan sang Ayah, Pemuda yang mulai tumbuh dewasa itu bergegas memeriksa satu persatu jendela dan pintu. Memastikan semua telah terkunci.
Kemudian Dia mengambil beberapa selimut, lalu di selimutkan ke Ibu, Ayah, dan kedua Adiknya.

Dia kembali duduk disofa, berseberangan dengan Ayah nya yang masih tertidur dengan pulas.
Diperhatikan wajah Ayahnya dalam-dalam.
Baru kali ini Dia melihat Ayahnya dengan seksama..

mulutnya setengah terbuka. menampakkan gigi-gigi nya yang sudah tak utuh lagi.
Hampir separuh rambutnya telah berwarna putih..
Kerutan di wajahnya tampak semakin jelas kala dia tertidur..
Jelas sekali banyak beban yang telah ia alami. Banyak fikiran yang telah di habiskan semasa muda..
Pun tenaga nya hampir habis,,
semua dilakukan untuk Anak, Istri dan Keluarganya..

Ingin rasanya Sang Anak memeluk Ayahnya erat-erat..
Lalu mengambil separuh beban dari pundaknya..
Sang Anak merasa, betapa selama ini, Dia telah berpangku tangan..
Betapa selama ini Dia hanya menjadi tambahan beban, bagi Sang Ayah.

Sang Anak tak tahan dengan fikiran nya yang makin berkecamuk. 
Tak terasa, mata sang Anak muda itu berkaca-kaca..
Perlahan-lahan Dia bergegas menuju kamar nya, dengan air mata yang mulai membasahi pipi..
Sendiri.
Terisak dia dalam benaman bantal..
Dia tak ingin seorang pun tahu, bahwa dia sedang menangis..

TABIK,,
Hyogoken, JAPAN 22 Juni 2013. 
HENDRI SEMAKA